Resensi Buku : Teori Negara Hukum ( Fajlurrahman Jurdi)
Resensi Buku
Teori Negara Hukum (Fajlurrahman Jurdi)
Judul Buku : Teori Negara Hukum
Penulis : Fajlurrahman Jurdi
Penerbit : Setara Press
Tebal : I-XII
hingga 1-258
Peresensi : Nur Ainun Mutmainnah
NIM: B11116369
(Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin angkatan 2016)
Sejarah negara hukum, sama tuanya dengan sejarah demokrasi, maka dari itu
keduanya menandaskan keterkaitan satu sama lain. Disini, penulis menjelaskan
secara mendalam keterkaitan antara keduanya. Penulis menjelaskan mulai dari
sejarah Negara Hukum dan bagaimana studi tentang negara hukum dan demokrasi itu
berhenti ketika zaman trio philosopher yakni Sokrates, Plato dan Aristoteles (
Trio Philosopher) Ketiganya merupakan rujukan otoritatif sejarah yang
dipuja dan selalu hidup meskipun zaman dan sejarah terus berganti.
Pemikiran dalam konteks negara kota dalam polis di Yunani yang memiliki
ciri khusus, yakni:
- Zoon politicon. Setiap warga polis adalah warga yang melek politik,
dalam arti peduli soal-soal pengelolaan negara dan bahkan terlibat
langsung dalam penyelenggaraan negara;
- Stad-staat. Warga polis tersusun dalam golongan stratifikasi;
- Status activus. Setiap warga polis aktif memerintah;
- Staatsgemeinschaft. Rakyat adalah warga Negara yang wajib;
- Kultgemeinschaft. Rakyat adalah warga keagamaan yang wajib memenuhu
tugas agama;
- Encyclopedie. Lingkaran pengetahuan.
Plato mengutarakan pemikirannya dalam politeia,
bahwa negara yang ideal merupakan hasil dari kepemimpinan yang cerdas sehingga
anggapannya bahwa seorang pemimpin(filsuf-raja) lebih tinggi dari pada hukum
itu sendiri. Sehingga menurutnya filsuf-raja tidak perlu tunduk kepada hukum
karena hukum hanya digunakan untuk masyarakat yang dipimpinnya. Ada sebuah
“keyakinan” subyektif, bahwa filsuf-raja adalah manusia manusia suci yang tidak
akan terjerembab ke dalam perbuatan jahat.
Fajlurrahman Jurdi, selaku penulis,
menjelaskan secara terperinci isi dari karya Plato, yaitu Politeia mengenai
gagasan awal tentang negara dan hukum yang diperkuat kembali dengan Politikos
yang berbicara tentang ahli negara, atau Staatman dan Nomoi yang
berbicara mengenai hukum “the law”. Mengenai struktur negara, Plato
menganggap kelas-kelas negara terdiri atas para pemimpin, para tentara, dan
para pekerja; bentuk bentuk pemerintahannya: aristokrasi, timokrasi, oligarki
demokrasi dan tirani.
Di lain hal, Aristoteles mengemukakan ide
negara hukum akan tercipta apabila setiap manusia atau warga memiliki
intelektualitas yang memadai. Manusia perlu di didik menjadi warga yang baik,
yang bersusila, yang akhirnya akan menjelmakan manusia yang bersifat adil,
sehingga keadilanlah yang memerintah dan harus menjelma dalam negara, dan hukum
berfungsi memberi kepada setiap apa yang sebenarnya berhak seseorang terima.
Untuk mewujudkan pemerintahan yang bersifat keadilan tersebut maka Aristoteles
menganggap monarki, aristokrasi dan politeia sebagai bentuk pemerintahan
terbaik, sedangkan bentuknya yang merosot adalah tirani, oligarki dan
demokrasi.
Perkembangan konsep negara hukum merupakan
produk dari sejarah, sebab rumusan atau pengertian negara hukum terus bekembang
mengikuti sejarah perkembangan umat manusia. Karena itu dalam rangka memahami
secara tepat dan benar konsep negara hukum,perlu terlebih dahulu diketahui
gambaran sejarah perkembangan pemikiran politik dan hukum yang mendorong
lahirnya konsep negara hukum. Ditinjau dari perspektif historis perkembangan
pemikiran filsafat hukum dan kenegaraan gagasan mengenai Negara hukum sudah
berkembang sejak 1800 S.M.
Inti negara hukum adalah sebagai alat pemaksa
mereka sendiri mematuhi peraturan-peraturan agar tercapai keiginan bersama. Dan
konsep pokok dari negara hukum adalah adanya pembatasan oleh hukum, dalam
pengertian bahwa setiap sikap,tingkah laku, dan perbuatan baik yang dilakukan
penguasa maupun oleh warga negaranya terbebas dari tindak sewenang-wenang dari
para penguasa negara.
Dalam buku ini berisi pula jenis jenis Negara
Hukum, yang antara lain yaitu Negara Hukum Profetik dimana istilah profetik
diperkenalkan oleh Kuntowijoyo. Dijelaskan bahwa kata profetik sendiri berarti
kenabian. Yang diambil adalah filsafat kenabian dari agama Islam karena yang
menjadi pertanyaan sentral dalam filsafat islam adalah: bagaimana wahyu
(kenabian) itu mungkin? Yaitu, bagaimana keterlibatan aktif sejarah kenabian
dalam proses penyampaian wahyu itu telah mampu mengubah sejarah masyarakat ke
arah yang positif.
Selanjutnya, rechtsstaat yang artinya negara berdasarkan hukum dikupas
secara mendalam oleh Penulis, mulai diri ciri-cirinya, unsur dan
karekteristiknya, asas- asas demokratisnya hingga pembagian menurut Philipus M.
Hadjon yang membagi rechtsstaat ke dalam dua varian yaitu liberal-democratische
rechtstaat dan Sociale Rechtstaat.
Kemudian, keberadaan sistem hukum Anglo Saxon yang disebut sebagai Common
Law System merupakan salah satu perangkat penting dalam upaya mendorong
pemerintahan yang demokratis, sekaligus menghindari totalitarianisme. Dengan
konsep yang ada, maka pemerintahan yang diharapkan adalah pemerintahan
yang didasarkan pada kepentingan rakyat. Disinilah hukum bekerja dan
ditegakkan, yaitu menghindari totalitarianisme menyusup ke dalam sistem
pemerintaha
Lalu adapula yang
disebut socialist legality yang berbeda dari rechtsstaat maupun rule
of law. Dalam negara hukum socialist legality, hukum ditempatkan di bawah
sosialisme. Hak perseorangan dapat disalurkan kepada prinsip prinsip
sosialisme, meskipun hak tersebut patut mendapatkan perlindungan. Socialist
law adalah nama resmi untuk sistem hukum di negara-negara komunis. Kelompok
negara-negara yang telah menerima socialist law dapat dibagi kedalam dua
kategori utama yakni Jurisdiksi sosialis kuno seperti Polandia, Bulgaria, dll.
Dan Sistem Hukum Sosialis yang terbaru atau yang kemudian berkembang seperti
Republic Demokratic Kamboja, Somalia, dll.
Negara Hukum Integralistik
merupakan buah dari pemikiran Soepomo, pakar hukum adat, yang menurut banyak
pihak memengaruhi perumusan UUD1945, dengan apa yang disebutnya sebagai ide
negara ‘integralistik’ atau paham negara kekeluargaan. Ia menjelaskan bahwa negara
ialah suatu susunan masyarakat yang integral, segala golongan, segala bagian,
segala anggotanya berhubungan erat satu sama lain dan merupakan persatuan
masyarakat yang organis. Yang terpenting dalam negara yang berdasar
aliran pikiran integral ialah penghidupan bangsa seluruhnya. Negara tidak
memihak kepada suatu golongan yang paling kuat, atau yang paling besar, tidak
menganggap kepentingan seseorang sebagai pusat, akan tetapi negara menjamin
keselamatan hidup bangsa seluruhnya sebagai persatuan yang tak dapat
dipisahkan.
Para pendiri negara telah memilih suatu
paradigma bernegara yang tidak hanya mengacu pada tradisi hukum Barat,
melainkan juga berakar pada tradisi asli Bangsa Indonesia. Paradigma bernegara
itu dirumuskan dengan memadukan secara paripurna lima prinsip bernegara yakni
Ketuhanan (theism), Kemanusiaan (humanism), Kerakyatan (Demokrasi)
dan Keadilan Sosial (socialism) kedalam suatu konsep Pancasila. Kelima
prinsip pancasila itu mengandung nilai universal, tetapi juga memiliki basis
partikularitas pada tradisi Bangsa Indonesia.
Pancasila adalah Cita Hukum (rechtsidee) yang menguasai hukum
dasar negara, baik hukum dasar yang tertulis maupun hukum yang tidak tertulis.
Rudolf Stamler mengatakan bahwa cita hukum ialah konstruksi pikir yang
merupakan keharusan bagi mengarahkan hukum kepada cita-cita yang diinginkan
masyarakat. Meski merupakan titik akhir yang tidak mungkin dicapai, namun cita
hukum memberi manfaat karena ia mengandung dua sisi “dengan cita hukum kita
dapat menguji hukum positif yang berlaku, dan kepada cita hukum kita dapat mengarahkan
hukum positif sebagai usaha dengan sanksi pemaksa menuju sesuatu yang adil
(‘zwangversuch zum Richtigen). Oleh karena itu, Stamler, keadilan ialah
usaha atau tindakan mengarahkan hukum positif kepada cita hukum. Dengan
demikian maka hukum yang adil (richtiges Recht) ialah hukum
positif yang memiliki sifat yang diarahkan oleh cita hukum untuk mencapai
tujuan-tujuan masyarakat.
Negara
Hukum Postmodern, istilah pasca modern atau post modern adalah merupakan
istilah yang digunakan untuk melakukan kritik terhadap praktik-praktik
modernitas. Kritik dan persinggungan antara dunia modern berserta segala
implikasi yang ditumblkan telah membawa banyak kemunduran bagi peradaban
manusia. Sebab itu, hukum modern yang cenderung melindungi kekuatan status quo
ekonomi,politik,dan kebudayaan postmodernisme. Hukum adalah pasal-pasal yang
dipaksakan oleh negara untuk ditegakkan adalah merupakan pandangan yang tidak
bisa dipertahankan. Sebab itu, hukum cenderung harus menemukan dan bersentuhan
secara lansung dengan keadaan sosial. Kekacau balauan, korupsi, dan kejahatan
sebagai fenomena sosial tidak dilihat sebagai sesuatu yang uniform.
Penulis menyinggung sedikit mengenai “negara
hukum pascakolonial”. Istilah negara hukum pascakolonial adalah untuk
menemukan suatu kajian baru bagi negara yang pernah mengalami penjajahan. Ada
sejumlah jejak yang ditinggalkan kolonial atas tanah jajahannya. Selain
benda-benda yang berupa simbol kesewenang-wenangan kolonialis, yang paling
berbahaya, bahka lebih berbahaya dari senjata dan granat adalah merupakan
pengetahuan dan keyakinan.
Seperti kitab undang-undang hukum pidana
(KUHP) yang jelas pasti hasil warisan belanda masa lalu. Kemerdekaan kita yang
telah lebih dari setengah abad di masa kini, justru megalami kemunduran menuju
ke masa lalu, bahkan hampir sama dengan model belanda masih kuat menggemgam
urat leher kita dengan erat. Dengan demikian, negara hukum pascakolonial adalah
suatu negara yang masih belum memilki hukum sendiri, di mana hukum yang
digunakan adaah masih warisan masa lalu, dan hukum yang dibuat pada masa kini
masih merupakan bagian dari warisan”pemikiran“ masa lalu.
Pada bab terakhir, penulis menjelaskan
beberapa pandangan para tokoh tentang negara hukum, sebagai berikut:
1. Niccolo Marchiavelli melihat negara berada
dalam dua kutub yaitu kekuasaan dan anarki. oleh karenanya tugas seorang
pemegang kekuasaan adalah mempertahankan dan memperluas wilayah kekuasaannya.
2. Thomas Hobbes yang mengibaratkan negara
sebagai makhluk raksasa yang menimbulkan rasa takut kepada siapapun yang
melanggar hukumnya
3. John Locke Negara hukum yang dikemukakan oleh Locke, yakni bermula dari state of nature, kemudian berkembang menjadi status civilis , yakni keadaan dimana masyarakat sudah diatur oleh negara . gagasannya tentang pemisahan kekuasaan juga menjadi salah satu yang paling fundamental karena itulah inti dari negara hukum.
4. Baron de Montesquieu sumbangan besar Montesquieu terhadap negara hukum adalah teori pemisahan kekuasaan dan konsep trias politica
. kekuasaan legislatif adalah kekuasaan yang membuat perundang undangan
, kekuasaan eksekutif adalah kekuasaan yang menjalankan perundang
undangan sedangkan kekuasaan yudikatif adalah adalah kekuasaan yang akan mengadili pelanggaran terhadap undang undang yang dibuat oleh legislatif
5. Jean-Jacques
Rousseau "manusia dilahirkan bebas tapi dimana mana terbelenggu". ia
juga mengatakan bahwa pada dasarnya manusia itu dilahirkan dalam keadaan
baik tapi peradabanlah yang membuat manusia sehingga menjadi jahat
6. Robert Marrinson
Maciver merumuskan negara hukum sebagai ending dari pemikirannya
tentang negara yang semula memiliki asal usul dari keluarga dan struktur
sosial masyarakat
7. Hans Kelsen mengungkapan bahwa negara
ialah komunitas yang diciptakan oleh suatu tatanan hukum nasional (sebagai
lawan dari tatanan hukum internasional).
8. Gouw Giok Siong mengungkapkan bahwa hukum
ini berada diatas negara, dan negara hanya dapat berkuasa karena berdasarkan
hukum.
9. Jurgen Habermas menginginkan negara atau
institusi social mampu menciptakan keteraturan social, karena Habernas akan
mengintegrasikan nilai-nilai, antara satu konteks dan teks ideologi dengan
ideologi yang lain, antara satu konteks sosial dengan konteks sosial yang lain,
antara satu komunitas dengan komunitas yang lain
10. Michel Foucault melihat kekuasaan dalam
suatu negara adalah argumentasinya tentang kekuasaan yang terkait dengan
kedisiplinan.
11 .Jimly Asshiddique berpendapat bahwa ada
dua belas prinsip pokok negara hukum yang berlaku di zaman sekarang dan menjadi
pilar-pilar utama yang menyangga berdiri tegaknya suatu negara hukum modern,
antara lain supremasi hukum, persamaan dalam hukum, asas legalitas, pembatasan
kekuasaan, organ-organ eksekutif independen, peradilan bebas dan tidak memihak,
peradilan Tata Usaha Negara, peradilan tata negara, perlindungan hak asasi
manusia, bersifat demokratis, berfungsi sebagai sarana mewujudkan tujuan
bernegara, dan transparansi dan control social.
Kelebihan dan Kekurangan :
Pembahasannya mudah dimengerti karena penulis
mencantumkan penjelasan kata kata yang sulit dimengerti oleh para pemula,
selain itu penulis sangat menghargai sumber kutipan terbukti dengan banyaknya
catatan catatan kaki yang memuat sumber kutipan tersebut namun kekurangannya
dengan banyaknya catatan kaki tersebut sehingga di beberapa halaman terlihat
seperti didominasi oleh catatan kaki. selain itu, adanya sedikit typo yang
mungkin seharusnya lebih diperhatikan oleh para editor, namun hal tersebut
sudah dianggap biasa dan tidak mengganggu para pembaca.
Demikianlah
resensi buku ini saya buat, lebih dan kurangnya mohon dimaafkan.