Rabu, 15 Februari 2017

Resensi Buku : Teori Negara Hukum ( Fajlurrahman Jurdi)


Resensi Buku 
Teori Negara Hukum (Fajlurrahman Jurdi)



Judul Buku : Teori Negara Hukum

Penulis        : Fajlurrahman Jurdi

Penerbit      : Setara Press

Tebal           : I-XII hingga 1-258


Peresensi : Nur Ainun Mutmainnah
NIM: B11116369
(Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin angkatan 2016)

     Sejarah negara hukum, sama tuanya dengan sejarah demokrasi, maka dari itu keduanya menandaskan keterkaitan satu sama lain. Disini, penulis menjelaskan secara mendalam keterkaitan antara keduanya. Penulis menjelaskan mulai dari sejarah Negara Hukum dan bagaimana studi tentang negara hukum dan demokrasi itu berhenti ketika zaman trio philosopher yakni Sokrates, Plato dan Aristoteles ( Trio Philosopher) Ketiganya merupakan rujukan otoritatif sejarah yang dipuja dan selalu hidup meskipun zaman dan sejarah terus berganti.

Pemikiran dalam konteks negara kota dalam polis di Yunani  yang memiliki ciri khusus, yakni:
  1. Zoon politicon. Setiap warga polis adalah warga yang melek politik, dalam arti peduli soal-soal pengelolaan negara dan bahkan terlibat langsung dalam penyelenggaraan negara;
  2. Stad-staat. Warga polis tersusun dalam golongan stratifikasi; 
  3. Status activus. Setiap warga polis aktif memerintah; 
  4. Staatsgemeinschaft. Rakyat adalah warga Negara yang wajib;
  5. Kultgemeinschaft. Rakyat adalah warga keagamaan yang wajib memenuhu tugas agama;
  6. Encyclopedie. Lingkaran pengetahuan.
Plato mengutarakan pemikirannya dalam politeia, bahwa negara yang ideal merupakan hasil dari kepemimpinan yang cerdas sehingga anggapannya bahwa seorang pemimpin(filsuf-raja) lebih tinggi dari pada hukum itu sendiri. Sehingga menurutnya filsuf-raja tidak perlu tunduk kepada hukum karena hukum hanya digunakan untuk masyarakat yang dipimpinnya. Ada sebuah “keyakinan” subyektif, bahwa filsuf-raja adalah manusia manusia suci yang tidak akan terjerembab ke dalam perbuatan jahat.
Fajlurrahman Jurdi, selaku penulis, menjelaskan secara terperinci isi dari karya Plato, yaitu Politeia mengenai gagasan awal tentang negara dan hukum yang diperkuat kembali dengan Politikos yang berbicara tentang ahli negara, atau Staatman dan Nomoi yang berbicara mengenai hukum “the law”. Mengenai struktur negara, Plato menganggap kelas-kelas negara terdiri atas para pemimpin, para tentara, dan para pekerja; bentuk bentuk pemerintahannya: aristokrasi, timokrasi, oligarki demokrasi dan tirani.
Di lain hal, Aristoteles mengemukakan ide negara hukum akan tercipta apabila setiap manusia  atau warga memiliki intelektualitas yang memadai. Manusia perlu di didik menjadi warga yang baik, yang bersusila, yang akhirnya akan menjelmakan manusia yang bersifat adil, sehingga keadilanlah yang memerintah dan harus menjelma dalam negara, dan hukum berfungsi memberi kepada setiap apa yang sebenarnya berhak seseorang terima. Untuk mewujudkan pemerintahan yang bersifat keadilan tersebut maka Aristoteles menganggap monarki, aristokrasi dan politeia sebagai bentuk pemerintahan terbaik, sedangkan bentuknya yang merosot adalah tirani, oligarki dan demokrasi.
Perkembangan konsep negara hukum merupakan produk dari sejarah, sebab rumusan atau pengertian negara hukum terus bekembang mengikuti sejarah perkembangan umat manusia. Karena itu dalam rangka memahami secara tepat dan benar konsep negara hukum,perlu terlebih dahulu diketahui gambaran sejarah perkembangan pemikiran politik dan hukum yang mendorong lahirnya konsep negara hukum. Ditinjau dari perspektif historis perkembangan pemikiran filsafat hukum dan kenegaraan gagasan mengenai Negara hukum sudah berkembang sejak 1800 S.M.
Inti negara hukum adalah sebagai alat pemaksa mereka sendiri mematuhi peraturan-peraturan agar tercapai keiginan bersama. Dan konsep pokok dari negara hukum adalah adanya pembatasan oleh hukum, dalam pengertian bahwa setiap sikap,tingkah laku, dan perbuatan baik yang dilakukan penguasa maupun oleh warga negaranya terbebas dari tindak sewenang-wenang dari para penguasa negara. 
Dalam buku ini berisi pula jenis jenis Negara Hukum, yang antara lain yaitu Negara Hukum Profetik dimana istilah profetik diperkenalkan oleh Kuntowijoyo. Dijelaskan bahwa kata profetik sendiri berarti kenabian. Yang diambil adalah filsafat kenabian dari agama Islam karena yang menjadi pertanyaan sentral dalam filsafat islam adalah: bagaimana wahyu (kenabian) itu mungkin? Yaitu, bagaimana keterlibatan aktif sejarah kenabian dalam proses penyampaian wahyu itu telah mampu mengubah sejarah masyarakat ke arah yang positif.
         Selanjutnya, rechtsstaat yang artinya negara berdasarkan hukum dikupas secara mendalam oleh Penulis, mulai diri ciri-cirinya, unsur dan karekteristiknya, asas- asas demokratisnya hingga pembagian menurut Philipus M. Hadjon yang membagi rechtsstaat ke dalam dua varian yaitu liberal-democratische rechtstaat dan Sociale Rechtstaat.
       Kemudian, keberadaan sistem hukum Anglo Saxon yang disebut sebagai Common Law System merupakan salah satu perangkat penting dalam upaya mendorong pemerintahan yang demokratis, sekaligus menghindari totalitarianisme. Dengan konsep yang ada,  maka pemerintahan yang diharapkan adalah pemerintahan yang didasarkan pada kepentingan rakyat. Disinilah hukum bekerja dan ditegakkan, yaitu menghindari totalitarianisme menyusup ke dalam sistem pemerintaha
        Lalu adapula yang disebut socialist legality yang berbeda dari rechtsstaat maupun rule of law. Dalam negara hukum socialist legality, hukum ditempatkan di bawah sosialisme. Hak perseorangan dapat disalurkan kepada prinsip prinsip sosialisme, meskipun hak tersebut patut mendapatkan perlindungan. Socialist law adalah nama resmi untuk sistem hukum di negara-negara komunis. Kelompok negara-negara yang telah menerima socialist law dapat dibagi kedalam dua kategori utama yakni Jurisdiksi sosialis kuno seperti Polandia, Bulgaria, dll. Dan Sistem Hukum Sosialis yang terbaru atau yang kemudian berkembang seperti Republic Demokratic Kamboja, Somalia, dll.
       Negara Hukum Integralistik merupakan buah dari pemikiran Soepomo, pakar hukum adat, yang menurut banyak pihak memengaruhi perumusan UUD1945, dengan apa yang disebutnya sebagai ide negara ‘integralistik’ atau paham negara kekeluargaan. Ia menjelaskan bahwa negara ialah suatu susunan masyarakat yang integral, segala golongan, segala bagian, segala anggotanya berhubungan erat satu sama lain dan merupakan persatuan masyarakat yang organis. Yang terpenting dalam negara yang berdasar aliran pikiran integral ialah penghidupan bangsa seluruhnya. Negara tidak memihak kepada suatu golongan yang paling kuat, atau yang paling besar, tidak menganggap kepentingan seseorang sebagai pusat, akan tetapi negara menjamin keselamatan hidup bangsa seluruhnya sebagai persatuan yang tak dapat dipisahkan.
Para pendiri negara telah memilih suatu paradigma bernegara yang tidak hanya mengacu pada tradisi hukum Barat, melainkan juga berakar pada tradisi asli Bangsa Indonesia. Paradigma bernegara itu dirumuskan dengan memadukan secara paripurna lima prinsip bernegara yakni Ketuhanan (theism), Kemanusiaan (humanism), Kerakyatan (Demokrasi) dan Keadilan Sosial (socialism) kedalam suatu konsep Pancasila. Kelima prinsip pancasila itu mengandung nilai universal, tetapi juga memiliki basis partikularitas pada tradisi Bangsa Indonesia.
           Pancasila adalah Cita Hukum (rechtsidee) yang menguasai hukum dasar negara, baik hukum dasar yang tertulis maupun hukum yang tidak tertulis. Rudolf Stamler mengatakan bahwa cita hukum ialah konstruksi pikir yang merupakan keharusan bagi mengarahkan hukum kepada cita-cita yang diinginkan masyarakat. Meski merupakan titik akhir yang tidak mungkin dicapai, namun cita hukum memberi manfaat karena ia mengandung dua sisi “dengan cita hukum kita dapat menguji hukum positif yang berlaku, dan kepada cita hukum kita dapat mengarahkan hukum positif sebagai usaha dengan sanksi pemaksa menuju sesuatu yang adil (‘zwangversuch zum Richtigen). Oleh karena itu, Stamler, keadilan ialah usaha atau tindakan mengarahkan hukum positif kepada cita hukum. Dengan demikian maka hukum yang adil  (richtiges Recht) ialah hukum positif yang memiliki sifat  yang diarahkan oleh cita hukum untuk mencapai tujuan-tujuan masyarakat.
Negara Hukum Postmodern, istilah pasca modern atau post modern adalah merupakan istilah yang digunakan untuk melakukan kritik terhadap praktik-praktik modernitas. Kritik dan persinggungan antara dunia modern berserta segala implikasi yang ditumblkan telah membawa banyak kemunduran bagi peradaban manusia. Sebab itu, hukum modern yang cenderung melindungi kekuatan status quo ekonomi,politik,dan kebudayaan postmodernisme. Hukum adalah pasal-pasal yang dipaksakan oleh negara untuk ditegakkan adalah merupakan pandangan yang tidak bisa dipertahankan. Sebab itu, hukum cenderung harus menemukan dan bersentuhan secara lansung dengan keadaan sosial. Kekacau balauan, korupsi, dan kejahatan sebagai fenomena sosial tidak dilihat sebagai sesuatu yang uniform. 
Penulis menyinggung sedikit mengenai “negara hukum pascakolonial”. Istilah negara hukum pascakolonial adalah untuk menemukan suatu kajian baru bagi negara yang pernah mengalami penjajahan. Ada sejumlah jejak yang ditinggalkan kolonial atas tanah jajahannya. Selain benda-benda yang berupa simbol kesewenang-wenangan kolonialis, yang paling berbahaya,  bahka lebih berbahaya dari senjata dan granat adalah merupakan pengetahuan dan keyakinan.
Seperti kitab undang-undang hukum pidana (KUHP) yang jelas pasti hasil warisan belanda masa lalu. Kemerdekaan kita yang telah lebih dari setengah abad di masa kini, justru megalami kemunduran menuju ke masa lalu, bahkan hampir sama dengan model belanda masih kuat menggemgam urat leher kita dengan erat. Dengan demikian, negara hukum pascakolonial adalah suatu negara yang masih belum memilki hukum sendiri, di mana hukum yang digunakan adaah masih warisan masa lalu, dan hukum yang dibuat pada masa kini masih merupakan bagian dari warisan”pemikiran“ masa lalu.  
Pada bab terakhir, penulis menjelaskan beberapa pandangan para tokoh tentang negara hukum, sebagai berikut:
1. Niccolo Marchiavelli melihat negara berada dalam dua kutub yaitu kekuasaan dan anarki. oleh karenanya tugas seorang pemegang kekuasaan adalah mempertahankan dan memperluas wilayah kekuasaannya.
2. Thomas Hobbes yang mengibaratkan negara sebagai makhluk raksasa yang menimbulkan rasa takut kepada siapapun yang melanggar hukumnya 
3. John Locke Negara hukum yang dikemukakan oleh Locke, yakni bermula dari state of nature, kemudian berkembang menjadi status civilis , yakni keadaan dimana masyarakat sudah diatur oleh negara . gagasannya tentang pemisahan kekuasaan juga menjadi salah satu yang paling fundamental karena itulah inti dari negara hukum.
4. Baron de Montesquieu sumbangan besar Montesquieu terhadap negara hukum adalah teori pemisahan kekuasaan dan konsep trias politica . kekuasaan legislatif adalah kekuasaan yang membuat perundang undangan , kekuasaan eksekutif adalah kekuasaan yang menjalankan perundang undangan sedangkan kekuasaan yudikatif adalah adalah kekuasaan yang akan mengadili pelanggaran terhadap undang undang yang dibuat oleh legislatif
5. Jean-Jacques Rousseau "manusia dilahirkan bebas tapi dimana mana terbelenggu". ia juga mengatakan bahwa pada dasarnya manusia itu dilahirkan dalam keadaan baik tapi peradabanlah yang membuat manusia sehingga menjadi jahat
6. Robert Marrinson Maciver merumuskan negara hukum sebagai ending dari pemikirannya tentang negara yang semula memiliki asal usul dari keluarga dan struktur sosial masyarakat  
7. Hans Kelsen mengungkapan bahwa negara ialah komunitas yang diciptakan oleh suatu tatanan hukum nasional (sebagai lawan dari tatanan hukum internasional).
8. Gouw Giok Siong mengungkapkan bahwa hukum ini berada diatas negara, dan negara hanya dapat berkuasa karena berdasarkan hukum.
9. Jurgen Habermas menginginkan negara atau institusi social mampu menciptakan keteraturan social, karena Habernas akan mengintegrasikan nilai-nilai, antara satu konteks dan teks ideologi dengan ideologi yang lain, antara satu konteks sosial dengan konteks sosial yang lain, antara satu komunitas dengan komunitas yang lain
10. Michel Foucault melihat kekuasaan dalam suatu negara adalah argumentasinya tentang kekuasaan yang terkait dengan kedisiplinan.   
11 .Jimly Asshiddique berpendapat bahwa ada dua belas prinsip pokok negara hukum yang berlaku di zaman sekarang dan menjadi pilar-pilar utama yang menyangga berdiri tegaknya suatu negara hukum modern, antara lain supremasi hukum, persamaan dalam hukum, asas legalitas, pembatasan kekuasaan, organ-organ eksekutif independen, peradilan bebas dan tidak memihak, peradilan Tata Usaha Negara, peradilan tata negara, perlindungan hak asasi manusia, bersifat demokratis, berfungsi sebagai sarana mewujudkan tujuan bernegara, dan transparansi dan control social.    


Kelebihan dan Kekurangan :
Pembahasannya mudah dimengerti karena penulis mencantumkan penjelasan kata kata yang sulit dimengerti oleh para pemula, selain itu penulis sangat menghargai sumber kutipan terbukti dengan banyaknya catatan catatan kaki yang memuat sumber kutipan tersebut namun kekurangannya dengan banyaknya catatan kaki tersebut sehingga di beberapa halaman terlihat seperti didominasi oleh catatan kaki. selain itu, adanya sedikit typo yang mungkin seharusnya lebih diperhatikan oleh para editor, namun hal tersebut sudah dianggap biasa dan tidak mengganggu para pembaca. 
Demikianlah resensi buku ini saya buat, lebih dan kurangnya mohon dimaafkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar